Makalah Masyarakat Modern dan
Kebudayannya
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur saya ucapkan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat Rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah
ini dengan judul “Makalah Masyarakat Modern dan Kebudayannya”. Makalah ini juga di buat berdasarkan tugas
dari mata kuliah Ilmu Budaya Dasar.
Saya mengucapkan terima kasih kepada
teman serta sumber-sumber yang telah membantu saya dalam menyelesaikan makalah
ini. Saya ucapkan terima kasih juga kepada Bapak dosen Ilmu Budaya Dasar, yaitu
… karena telah memberikan saya kesempatan untuk membuat makalah ini.
Karena keterbatasan waktu, tenaga dan
kemampuan, saya menyadari makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saya
mengharapkan para pembaca dapat memaklumi setiap kekurangan dalam makalah ini.
Terima kasih, dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi saya pribadi dan juga kita semua.
Depok, 29 Oktober 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Seiring dengan perkembangan zaman, kebudayaan umat manusia
pun mengalami perubahan. Menurut para pemikir post modernis dekonstruksi, dunia
tak lagi berada dalam dunia kognisi, atau dunia tidak lagi mempunyai apa yang
dinamakan pusat kebudayaan sebagai tonggak pencapaian kesempurnaan tata nilai
kehidupan. Hal ini berarti semua kebudayaan duduk sama rendah, berdiri sama
tinggi, dan yang ada hanyalah pusat-pusat kebudayaan tanpa periferi. Sebuah
kebudayaan yang sebelumnya dianggap pinggiran akan bisa sama kuat pengaruhnya
terhadap kebudayaan yang sebelumnya dianggap pusat dalam kehidupan manusia
modern.
Wajah kebudayaan yang sebelumnya dipahami sebagai proses
linier yang selalu bergerak ke depan dengan berbagai penyempurnaannya juga
mengalami perubahan. Kebudayaan tersebut tak lagi sekadar bergerak maju tetapi
juga ke samping kiri, dan kanan memadukan diri dengan kebudayaan lain, bahkan
kembali ke masa lampau kebudayaan itu sendiri.
Lokalitas kebudayaan karenanya menjadi tidak relevan lagi
dan eklektisme menjadi norma kebudayaan baru. Manusia cenderung mengadaptasi
berbagai kebudayaan, mengambil sedikit dari berbagai keragaman budaya yang ada,
yang dirasa cocok buat dirinya, tanpa harus mengalami kesulitan untuk bertahan
dalam kehidupan.
Perubahan tersebut dikenal sebagai perubahan sosial atau
social change. Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya, namun
perubahannya hanya mencakup kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat,
kecuali organisasi sosial masyarakatnya. Perubahan sosial tersebut bardampak
pada munculnya semangat-semangat untuk menciptakan produk baru yang bermutu
tinggi dan hal inilah yang menjadi dasar terjadinya revolusi industri, serta
kemunculan semangat asketisme intelektual. Menurut Prof Sartono, asketisme dan
expertise ini merupakan kunci kebudayaan akademis untuk menuju budaya yang
bermutu.
Sebagai homo faber, manusia mencipta dan bekerja, untuk
memperoleh kepuasan atau self fulfillment. Dalam kaca mata agama dan unsur
untuk beribadah, suatu orientasi kepada kepuasan batin dan menuju ke arah
sesuatu yang transendental. Di sinilah yang disebut etos bangsa itu muncul.
Sebenarnya etos bangsa kita juga sudah banyak disinggung
oleh para pujangga seperti dalam “Serat Wedatama” karya Mangkunegoro IV yang
disebutnya sebagai etos “mesu budi”. Etos ini merupakan suatu ajakan untuk
mementingkan penampilan yang bermutu baik lahir, maupun batin, atau kalau dalam
bahasa modern disebut juga etos intelektual.
Kemudian, etos intelektual inilah yang mendorong masyarakat
untuk terus berkarya dan terus menciptakan hal-hal baru guna meningkatkan
kemakmuran hidupnya, sehingga masyarakat tersebut menjadi masyarakat yang
modern. Sedangkan proses menjadi masyarakat yang modern disebut dengan istilah
Modernisasi. Jadi dengan kata lain, modernisasi ialah suatu proses transformasi
total, suatu perubahan masyarakat dalam segala aspeknya.
B. Faktor-faktor yang
Mendorong Perubahan Masyarakat Menjadi Masyarakat yang Modern
perkembangan ilmu
perkembangan
teknologi
perkembangan
industri
perkembangan ekonomi
C. Gejala-gejala
Modernisasi
1.
Bidang IPTEK
Gejala Modernisasi di bidang IPTEK ditandai dengan adanya
penemuan dan pembaharuan unsur teknologi baru yang dapat meningkatkan
kemakmuran masyarakat.
2. Bidang Ekonomi
Gejala Modernisasi di bidang Ekonomi ialah meningkatnya
produktivitas ekonomi dan efisiensi sumber daya yang tersedia, serta
pemeanfaatan SDA yang memperhatikan kelestarian alam sekitar.
3. Bidang Politik dan Idiologi
Pada bidang ini, gejala modern ditandai dengan adanya system
pemerintahan perwakilan yang demokratis, pemerintah yang diawasi dan dibatasi
kekuasaanya, dihormati hak-hak asasinya serta dijaminnya hak-hak sosial.
4. Bidang Agama dan Kepercayaan
Gejala Modernisasi di bidang Agama dan Kepercayaan ditandai
dengan adanya pengembangan nalar (rasio) dan kebahagiaan kebendaan (materi),
yang pada akhirnya akan menimbulkan paham sekularisasi dan sekularisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Masyarakat Modern
Masyarakat modern adalah masyarakat yang sebagian besar warganya
mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke kehidupan dalam peradaban masa
kini. Pada umumnya masyarakat modern tinggal di daerah perkotaan, sehingga
disebut masyarakat kota. Namun tidak semua masyarakat kota tidak dapat disebut
masyarakat modern,sebab orang kota tidak memiliki orientasi ke masa kini,
misalnya gelandangan.
B. Ciri-ciri
Masyarakat Modern
1. Hubungan antar manusia terutama didasarkan atas
kepentingan-kepentingan pribadi.
2. Hubungan dengan masyarakat lain dilakukan secara terbuka
dengan suasana yang saling memepengaruhi
3. Keprcayaan yang kuat akan Ilmu Pengetahuan Teknologi
sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
4. Masyarakatnya tergolong ke dalam macam-macam profesiyang
dapat dipelajari dan ditingkatkan dalam lembaga pendidikan, keterampilan dan
kejuruan
5. Tingkat pendidikan formal pada umumnya tinggi dan merata.
6. Hukum yang berlaku adalah hukum tertulis yang sangat
kompleks
7. Ekonomi hamper seluruhnya merupakan ekonomi pasar yang
didasarkanatas penggunaan uangdan alat-alat pembayaran lain.
C. Masyarakat Modern
dilihat dari berbagai Aspek
Aspek Mental Manusia :
1. Cenderung didasarkan pada pola pikirserta pola perilaku
rasionalatau logis, dengan cirri-cirimenghargai karya orang lain, menghargai
waktu, menghargai mutu, berpikir kreatif, efisien, produktif percaya pada diri
sendiri, disiplin, dan bertanggung jawab.
2. Memiliki sifat keterbukaan, yaitu dapat menerima
pandangan dan gagasan orang lain.
Aspek Teknologi :
1. Teknologi merupakan factor utama untuk menunjang
kehidupan kearah kemajuan atau modernisasi.
2. Sebagai hasil ilmu pengetahuan dengan kemampuan produksi
dan efisiensi yang tinggi.
Aspek Pranata Sosial :
I. Pranata Agama :
Relatif kurang terasa dan tampak dalam kehidupan
sehari-hari, diaibatkan karena sekularisme
II. Pranata Ekonomi :
1. Bertumpu pada sektor Indusri Pembagian kerja yang lebih
tegas dan memiliki batas-batas yang nyata.
2. Pembagian kerja berdasarkan usia dan jenis kelamin kurang
terlihat.
3. Kesamaan kesempatan kerja antar priadan wanita sangat
tinggi.
4. Kurang mengenal gotong-royong.
5. Diobedakan menjadi tiga fungsi, yaitu: produksi
distribusi, dan konsumsi.
6. Hampir semua kebutuhan hidupmasyarakat diperoleh melalui
pasar dengan menggunakan uang sebagai alat tukar yang sah.
III. Pranata Keluarga :
1. Ikatan kekeluargaan sudah mulai lemahdan longgar, karena
cara hidup yang cenderung inidividualis.
2. Rasa solidaritas berdasarkan kekerabatan umumnya sudah
mulai menipis.
IV. Pranata Pendidikan :
Tersedianya fasilitas pendidikan formal mulai dari tingkat
rendah hingga tinggi, disamping pendidikan keterampilan khusus lainnya.
V. Pranata Politik :
Adanya pertumbuhan dan berkembangnya kesadaran berpolitik
sebagai wujud demokratisasi masyarakat.
D. Gambaran Umum
Kehidupan Masyarakat Modern
Pada kehidupan masyarakat modern, kerja merupakan bentuk
eksploitasi kepada diri, sehingga mempengaruhi pola ibadah, makan, dan pola
hubungan pribadi dengan keluarga.
Sehingga dalam kebudayaan industri dan birokrasi modern pada
umumnya, dipersonalisasi menjadi pemandangan sehari-hari. Masyarakat modern
mudah stres dan muncul penyakit-penyakit baru yang berkaitan dengan perubahan
pola makanan dan pola kerja.
Yang terjadi kemudian adalah dehumanisasi dan alienasi atau
keterasingan, karena dipacu oleh semangat kerja yang tinggi untuk menumpuk
modal. Berger menyebutnya sebagai “lonely crowd” karena pribadi menemukan
dirinya amat kuat dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam kebudayaan
industrialisasi, terus terjadi krisis. Pertama, kosmos yang nyaman berubah
makna karena otonomisasi dan sekularisasi sehingga rasa aman lenyap. Kedua
masyarakat yang nyaman dirobek-robek karena individu mendesakkan diri kepada
pusat semesta, ketiga nilai kebersamaan goyah, keempat birokrasi dan waktu
menggantikan tokoh mistis dan waktu mitologi.
Para penganut paham pascamodern seperti Lyotard pernah
mengemukakan perlunya suatu jaminan meta-sosial, yang dengannya hidup kita
dijamin lebih merdeka, bahagia, dan sebagainya. Khotbah agung-nya (metanarasi)
ini mengutamakan perlunya new sensibility bagi masyarakat yang terjebak dalam
gejala dehumanisasi budaya modern.
Kebiasaan dari masyarakat modern adalah mencari hal-hal
mudah, sehingga penggabungan nilai-nilai lama dengan kebudayaan birokrasi
modern diarahkan untuk kenikmatan pribadi. Sehingga, munculah praktek-peraktek
kotor seperti nepotisme, korupsi, yang menyebabkan penampilan mutu yang amat
rendah.
E. Kebudayaan Modern
Proses akulturasi di Negara-negara berkembang tampaknya
beralir secara simpang siur, dipercepat oleh usul-usul radikal, dihambat oleh
aliran kolot, tersesat dalam ideologi-ideologi, tetapi pada dasarnya dilihat
arah induk yang lurus: ”the things of humanity all humanity enjoys”.
Terdapatlah arus pokok yang dengan spontan menerima unsur-unsur kebudayaan
internasional yang jelas menguntungkan secara positif.
Akan tetapi pada refleksi dan dalam usaha merumuskannya
kerap kali timbul reaksi, karena kategori berpikir belum mendamaikan diri
dengan suasana baru atau penataran asing. Taraf-taraf akulturasi dengan
kebudayaan Barat pada permulaan masih dapat diperbedakan, kemudian menjadi
overlapping satu kepada yang lain sampai pluralitas, taraf, tingkat dan aliran
timbul yang serentak. Kebudayaan Barat mempengaruhi masyarakat Indonesia, lapis
demi lapis, makin lama makin luas lagi dalam (Bakker; 1984).
Apakah kebudayaan Barat modern semua buruk dan akan
mengerogoti Kebudayaan Nasional yang telah ada? Oleh karena itu, kita perlu
merumuskan definisi yang jelas tentang Kebudayaan Barat Modern. Menurut para
ahli kebudayaan modern dibedakan menjadi tiga macam yaitu:
a. Kebudayaan
Teknologi Modern
Pertama kita harus membedakan antara Kebudayan Barat Modern
dan Kebudayaan Teknologis Modern. Kebudayaan Teknologis Modern merupakan anak
Kebudayaan Barat. Akan tetapi, meskipun Kebudayaan Teknologis Modern jelas
sekali ikut menentukan wujud Kebudayaan Barat, anak itu sudah menjadi dewasa
dan sekarang memperoleh semakin banyak masukan non-Barat, misalnya dari Jepang.
Kebudayaan Tekonologis Modern merupakan sesuatu yang
kompleks. Penyataan-penyataan simplistik, begitu pula penilaian-penilaian hitam
putih hanya akan menunjukkan kekurangcanggihan pikiran. Kebudayaan itu
kelihatan bukan hanya dalam sains dan teknologi, melainkan dalam kedudukan
dominan yang diambil oleh hasil-hasil sains dan teknologi dalam hidup
masyarakat: media komunikasi, sarana mobilitas fisik dan angkutan, segala macam
peralatan rumah tangga serta persenjataan modern. Hampir semua produk kebutuhan
hidup sehari-hari sudah melibatkan teknologi modern dalam pembuatannya.
Kebudayaan Teknologis Modern itu kontradiktif. Dalam arti
tertentu dia bebas nilai, netral. Bisa dipakai atau tidak. Pemakaiannya tidak
mempunyai implikasi ideologis atau keagamaan. Seorang Sekularis dan Ateis,
Kristen Liberal, Budhis, Islam Modernis atau Islam Fundamentalis, bahkan segala
macam aliran New Age dan para normal dapat dan mau memakainya, tanpa
mengkompromikan keyakinan atau kepercayaan mereka masing-masing. Kebudayaan
Teknologis Modern secara mencolok bersifat instumental.
b. Kebudayaan Modern
Tiruan
Dari kebudayaan Teknologis Modern perlu dibedakan sesuatu
yang mau saya sebut sebagai Kebudayaan Modern Tiruan. Kebudayaan Modern Tiruan
itu terwujud dalam lingkungan yang tampaknya mencerminkan kegemerlapan
teknologi tinggi dan kemodernan, tetapi sebenarnya hanya mencakup pemilikan
simbol-simbol lahiriah saja, misalnya kebudayaan lapangan terbang
internasional, kebudayaan supermarket (mall), dan kebudayaan Kentucky Fried
Chicken (KFC).
Di lapangan terbang internasional orang dikelilingi oleh
hasil teknologi tinggi, ia bergerak dalam dunia buatan: tangga berjalan, duty
free shop dengan tawaran hal-hal yang kelihatan mentereng dan modern, meskipun
sebenarnya tidak dibutuhkan, suasana non-real kabin pesawat terbang; semuanya
artifisial, semuanya di seluruh dunia sama, tak ada hubungan batin.
Kebudayaan Modern Tiruan hidup dari ilusi, bahwa asal orang
bersentuhan dengan hasil-hasil teknologi modern, ia menjadi manusia modern.
Padahal dunia artifisial itu tidak menyumbangkan sesuatu apapun terhadap
identitas kita. Identitas kita malahan semakin kosong karena kita semakin
membiarkan diri dikemudikan. Selera kita, kelakuan kita, pilihan pakaian, rasa
kagum dan penilaian kita semakin dimanipulasi, semakin kita tidak memiliki diri
sendiri. Itulah sebabnya kebudayaan ini tidak nyata, melainkan tiruan,
blasteran.
Anak Kebudayaan Modern Tiruan ini adalah Konsumerisme: orang
ketagihan membeli, bukan karena ia membutuhkan, atau ingin menikmati apa yang
dibeli, melainkan demi membelinya sendiri. Kebudayaan Modern Blateran ini,
bahkan membuat kita kehilangan kemampuan untuk menikmati sesuatu dengan
sungguh-sungguh. Konsumerisme berarti kita ingin memiliki sesuatu, akan tetapi
kita semakin tidak mampu lagi menikmatinya. Orang makan di KFC bukan karena
ayam di situ lebih enak rasanya, melainkan karena fast food dianggap gayanya
manusia yang trendy, dan trendy adalah modern.
c.
Kebudayaan-Kebudayaan Barat
Kita keliru apabila budaya blastern kita samakan dengan
Kebudayaan Barat Modern. Kebudayaan Blastern itu memang produk Kebudayaan
Barat, tetapi bukan hatinya, bukan pusatnya dan bukan kunci vitalitasnya. Ia
mengancam Kebudayaan Barat, seperti ia mengancam identitas kebudayaan lain,
akan tetapi ia belum mencaploknya. Italia, Perancis, spayol, Jerman, bahkan
barangkali juga Amerika Serikat masih mempertahankan kebudayaan khas mereka
masing-masing. Meskipun di mana-mana orang minum Coca Cola, kebudayaan itu
belum menjadi Kebudayaan Coca Cola.
Orang yang sekadar tersenggol sedikit dengan kebudayaan Barat
palsu itu, dengan demikian belum mesti menjadi orang modern. Ia juga belum akan
mengerti bagaimana orang Barat menilai, apa cita-citanya tentang pergaulan, apa
selera estetik dan cita rasanya, apakah keyakinan-keyakinan moral dan
religiusnya, apakah paham tanggung jawabnya (Suseno; 1992).
F. Tantangan
Kebudayaan Masyarakat Modern
1. Kebudayaan Modern Tiruan
Tantangan yang sungguh-sungguh mengancam kita adalah
Kebudayaan Modern Tiruan. Dia mengancam justru karena tidak sejati, tidak
substansial. Yang ditawarkan adalah semu. Kebudayaan itu membuat kita menjadi
manusia plastik, manusia tanpa kepribadian, manusia terasing, manusia kosong,
manusia latah.
Kebudayaan Blasteran Modern bagaikan drakula: ia mentereng,
mempunyai daya tarik luar biasa, ia lama kelamaan meyedot pandangan asli kita
tentang nilai, tentang dasar harga diri, tentang status. Ia menawarkan
kemewahan-kemewahan yang dulu bahkan tidak dapat kita impikan. Ia menjanjikan
kepenuhan hidup, kemantapan diri, asal kita mau berhenti berpikir sendiri,
berhenti membuat kita kehilangan penilaian kita sendiri. Akhirnya kita
kehabisan darah , kehabisan identitas. Kebudayaan modern tiruan membuat kita
lepas dari kebudayaan tradisional kita sendiri, sekaligus juga tidak menyentuh
kebudayaan teknologis modern sungguhan (Suseno;1992)
2. Bagaimana Memberi Makan, Sandang, dan Rumah
Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa, budaya adalah
perjuangan manusia dalam mengatasi masalah alam dan zaman. Permasalahan yang
paling mendasar bagi manusia adalah masalah makan, pakaian dan perumahan.
Ketika orang kekurangan gizi bagaimana ia akan mendapat orang yang cerdas.
Ketika kebutuhan pokok saja tidak terpenuhi bagaimana orang akan berpikir maju
dan menciptakan teknologi yang hebat. Jangankan untuk itu, permasalahan pemenuhan
kebutuhan kita sangat mempengaruhi pola hubungan di antara manusia. Orang rela
mencuri bahkan membunuh agar ia bisa makan sesuap nasi. Sehingga, kelalaian
dalam hal ini bukan hanya berdampak pada kemiskinan, kelaparan, kematian, akan
tetapi akan berpengaruh dalam tatanan budaya-sosial masyarakat.
3. Masalah Pendidikan yang Tepat
Pendidikan masih menjadi permasalahan yang menjadi perhatian
serius jika bangsa ini ingin dipandang dalam percaturan dunia. Ada fenomena
yang menarik terkait dengan hal ini, yaitu mengenai kolaborasi kebudayaan
dengan pendidikan, dalam artian bagaimana sistem pendidikan yang ada
mengintrinsikkan kebudayaan di dalamnya. Dimana ada suatu kebudayaan yang
menjadi spirit dari sistem pendidikan yang kita terapkan.
4. Mengejar Kemajuan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi
Problem ini beranjak ketika kita sampai saat ini masih
menjadi konsumen atas produk-produk teknologi dari negara luar. Situasi
keilmiahan kita belum berkembang dengan baik dan belum didukung oleh iklim yang
kondusif bagi para ilmuan untuk melakukan penelitian dan penciptaan
produk-produk, teknologi baru. Jika kita tetap mengandalkan impor produk dari
luar negeri, maka kita akan terus terbelakang. Oleh karena itu, hal ini
tantangan bagi kita untuk mengejar ketertinggalan iptek dari negara-negara
maju.
5. Kondisi Alam Global
Beberapa waktu yang lalu di halaman depan harian Kompas
tanggal 12 April 2007, ada berita menarik mengenai keadaan bumi hari ini,
’Pemanasan Global, Jutaan Orang akan Teracam”. Pemanasan global akan memberi
dampak negatif yang nyata bagi kehidupan ratusan juta warga di dunia.
Demikianlah antara lain isi laporan kedua PBB yang sudah dipublikasikan tahun
2007. Laporan pertama berisikan bukti ilmiah perubahan iklim, sedangkan laporan
ketiga akan membeberkan tindakan untuk menanganinya.
Laporan para pakar yang tergabung dalam Intergovermental
Panel on Climate Change (IPCC) dibeberkan dalam jumpa pers secara serentak di
berbagai belahan dunia, Selasa (10/04/2007). Laporan setebal 1.572 halaman itu
ditulis dan dikaji 441 anggota IPCC.
Salah satu dampak pemanasan global adalah meningkatnya suhu
permukaan bumi sepanjang lima tahun mendatang. Hal itu akan mengakibatkan
gunung es di Amerika Latin mencair. Dampak lanjutannya adalah kegagalan panen,
yang hingga tahun 2050 mengakibatkan 130 juta penduduk dunia, terutama di Asia,
kelaparan. Pertanian gandum di Afrika juga akan mengalami hal yang sama.
Laporan itu menggarisbawahi dampak pemanasan global berupa
meningkatnya permukaan laut, lenyapnya beberapa spesies dan bencana nasional
yang makin meningkat. Disebutkan, 30% garis pantai di dunia akan lenyap pada
2080. Lapisan es di kutub mencair hingga terjadi aliran air di kutub utara. Hal
itu akan mengakibatkan terusan Panama terbenam.
Naiknya suhu memicu topan yang lebih dasyat hingga
mempengaruhi wilayah pantai yang selama ini aman dari gangguan badai. Banyak
tempat yang kini kering makin kering, sebaliknya berbagai tempat basah akan
semakin basah. Kesenjangan distribusi air secara alami ini akan berpotensi
meningkatkan ketegangan dalam pemanfaaatan air untuk kepentingan industri,
pertanian dan penduduk.
Asia menjadi bagian dari bumi yang akan paling parah.
Perubahan iklim yang tak terdeteksi akan menjadi bencana lingkungan dan
ekonomi, dan buntutnya adalah tragedi kemanusiaan. Laporan itu mengingatkan,
setiap kenaikan suhu udara 2 derajat celsius, antara lain akan menurunkan
produksi pertanian di Cina dan Bangladesh hingga 30 persen hingga 2050.
Kelangkaan air meningkat di India seiring dengan menurunya lapisan es di
Pegunungan Himalaya. Sekitar 100 juta warga pesisir di Asia pemukimannya
tergenang karena peningkatan permukaan laut setinggi antara 1 milimeter hingga
3 milimeter setiap tahun. Saat ini, pemanasan global sudah terasa dengan
terjadinya kematian dan punahnya spesies di Afrika dan Asia
G. Dampak Negatif
dari budaya Masyarakat Modern
1. Penyalahgunaan media teknologi sebagai sarana pencarian
hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan ilmu pengetahuan.
2. Timbulnya praktek-peraktek curang dalam dunia kerja
seperti korupsi, kolusi dan nepotisme.
3. Sekularisasi adalah sebuah proses pemisahan
institusi-institusi dan simbol-simbol politis dari initusi-institusi dan
simbol-simbol religius. Kebijakan-kebijakan Negara yang mengatur sebuah
masyarakat tidak lagi didasarkan pada norma-norma agama, melainkan pada
asas-asas non-religius, seperti: etika dan pragmatisme politik. Kelahiran
Negara nasional dan Negara konstitusional di zaman modern menandai proses ini.
Konstitusi Negara modern tidak lagi didasarkan pada doktrin-doktrin religius,
seperti pada Negara-negara tradisional di Eropa abad pertengahan, melainkan
pada prosedur-prosedur birokratis rasional yang mengakui kesamaan hak dan
kebebasan setiap warganegara. Mengapa masyarakat modern menempuh jalan sekularisasi?
Karena (1) Otoritas politis tidak merasa cukup dengan wewenangnya atas wilayah
publik dan ingin juga memberikan regulasi dalam ruang privat seperti yang
dilakukan oleh otoritas religius; dan (2) pikiran kritis dicurigai sebagai
unsur ‘subversif’ yang melemahkan kepatuhan kepada otoritas. Sekularisasi
adalah upaya memberi batas-batas di antara kedua bidang itu dengan memandang
keduanya otonom, yakni yang satu tidak dapat direduksi kepada yang lain. Dengan
sekularisasi, urusan-urusan religius dianggap beroperasi di dalam ruang privat,
tercakup dalam kebebasan subjektif individu untuk menemukan jalan hidupnya.
Efek positif sekularisasi adalah toleransi agama, sebab doktrin-doktrin dan
nilai-nilai religius tidak lagi dikalkulasi di dalam politik.
Kita berbicara tentang sekularisme jika kita memusatkan
perhatian kita pada efek negatif sekularisasi. Sekularisasi dapat mendorong
pada ekstrem atau ekses, yakni suatu sikap berlebih-lebihan untuk menyingkirkan
segala alasan, motif atau dimensi religius sebagai omong kosong.
Pandangan-pandangan seperti ateisme, materialisme dan saintisme merupakan
berbagai aspek dalam sekularisme. Sekularisme dalam arti ini bukanlah sebuah
proses sosial-epistemologis, melainkan sebuah ideologi dengan kesempitan
berpikir yang tidak dapat mentoleransi eksistensi agama di dalam masyarakat
majemuk
Jadi, di sini kita dapat mengatakan bahwa sekularisasi
adalah proses yang wajar di dalam modernisasi, karena pemisahan antara agama
dan Negara memang diperlukan untuk memungkinkan kebebasan dan keadilan dalam
masyarakat majemuk, namun sekularisme harus diwaspadai.
4. Liberalisme adalah ideologi modern, karena ia muncul bersamaan dengan modernisasi dan segala pertentangan ideologis dalam masyarakat modern tak lain daripada pertentangan dengan liberalisme, sehingga cerita tentang modernitas tak kurang daripada cerita tentang liberalisme dan para lawannya. Dalam arti ini, liberalisme sangat sensitif terhadap kolektivisme dan absolutisme kekuasaan. Ekonomi tidak dapat tumbuh jika terus diintervensi Negara, maka liberalisme sejak awal mendukung ekonomi pasar bebas. Di dalam pasar orang tidak bertransaksi dengan membeda-bedakan latar-belakang agama dan kebudayaan. Yang penting transaksi itu fair. Dengan kata lain, di dalam transaksi orang melihat agama partner transaksinya sebagai urusan privatnya yang tidak relevan untuk proses pertukaran dalam pasar. Pola transaksi yang melihat agama sebagai persoalan privat yang tidak relevan untuk proses pertukaran itu oleh liberalisme diaplikasikan di dalam hubungan yang lebih luas, yaitu di dalam Negara modern. Liberalisme ekonomi mengandung bahaya tertentu, yaitu intoleransi terhadap mereka yang dimarginalisasikan secara ekonomis oleh mekanisme pasar bebas itu. Namun liberalisme yang berkaitan dengan pendirian intelektual dan sikap-sikap politis justru membantu sebuah masyarakat untuk toleran terhadap kemajemukan.
5. Pluralisme adalah sebuah pandangan yang beroperasi di dalam kebudayaan dalam bentuk sikap-sikap yang menerima kemajemukan orientasi-orientasi nilai di dalam masyarakat modern. Dasar pluralisme adalah the fact of plurality, yakni suatu kenyataan bahwa jika sebuah masyarakat mengalami modernisasi, masyarakat itu mengalami pluralisasi nilai di dalam dirinya. Pluralitas tidak serta merta memunculkan pluralisme, karena tidak semua orang setuju pluralitas. Kaum konservatif dan rmonatis, misalnya, akan meratapi pluralitas sebagai sindrom disintegrasi sosial dan moral. Namun ada kelompok-kelompok yang menerima pluralitas sebagai kenyataan hidup bersama dan mencoba hidup bersama secara toleran.
Jika kita menilik ke belakang, ke dalam sejarah agama-agama
itu, kita tidak dapat memisahkan agama dari kebudayaan. Setiap agama “tertanam”
dan tumbuh dalam konteks kebudayaan dan juga sejarahnya, maka pluralitas juga
menandai sejarah setiap agama. Tidak ada hanya satu Kristen, satu Hindhu, satu
Islam atau satu Budhisme, karena di tiap kebudayaan berkembang cara-cara dan
simbol-simbol spesifik dalam menghayati Tuhan. Simbol-simbol itu bahkan
‘dipinjam’ dari konteks kebudayaan tertentu, misalnya, Jawa, Romawi, India atau
Arab. Namun tak semua kelompok agama mau bersikap fair terhadap fakta
pluralitas di dalam agama-agama ini. Kelompok-kelompok macam ini – di antara
mereka konservatif garis keras – terobsesi pada sebuah fiksi bahwa agama mereka
itu homogen dan murni dari unsur-unsur kebudayaan. Fiksi itu sudah barang tentu
berbahaya sekali karena menjadi intoleran terhadap kemajemukan kebudayaan dan
agama.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Perubahan sosial mendorong munculnya semangat-semangat untuk
menciptakan produk baru , sehinnga terjadilah revolusi industri, dan kemunculan
semangat asketisme intelektual. Kemudian, asketisme intelektual menimbulkan
etos intelektual, dan inilah yang mendorong masyarakat untuk terus berkarya dan
terus menciptakan hal-hal baru guna meningkatkan kemakmuran hidupnya, sehingga
masyarakat tersebut menjadi masyarakat yang modern. Sedangkan proses menjadi
masyarakat yang modern disebut dengan istilah Modernisasi.
I. Pengertian Masyarakat Modern
Masyarakat modern adalah masyarakat yang sebagian besar
warganya mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke kehidupan dalam
peradaban masa kini.
II. Faktor-faktor yang Mendorong Perubahan Masyarakat
Menjadi Masyarakat yang Modern
1. perkembangan ilmu
2. perkembangan teknologi
3. perkembangan industri
4. perkembangan ekonomi
III. Gejala-gejala Modernisasi
1. adanya penemuan dan pembaharuan unsur teknologi baru yang
dapat meningkatkan kemakmuran masyarakat.
2. meningkatnya produktivitas ekonomi dan efisiensi sumber
daya yang tersedia, serta pemeanfaatan SDA yang memperhatikan kelestarian alam
sekitar.
3. adanya system pemerintahan perwakilan yang demokratis,
pemerintah yang diawasi dan dibatasi kekuasaanya, dihormati hak-hak asasinya
serta dijaminnya hak-hak sosial.
4. adanya pengembangan nalar (rasio) dan kebahagiaan
kebendaan (materi), yang pada akhirnya akan menimbulkan paham sekularisasi dan
sekularisme.
IV. Ciri-ciri Masyarakat Modern
1. Hubungan antar manusia terutama didasarkan atas
kepentingan-kepentingan pribadi.
2. Hubungan dengan masyarakat lain dilakukan secara terbuka
dengan suasana yang saling memepengaruhi
3. Keprcayaan yang kuat akan Ilmu Pengetahuan Teknologi
sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
4. Masyarakatnya tergolong ke dalam macam-macam profesiyang
dapat dipelajari dan ditingkatkan dalam lembaga pendidikan, keterampilan dan
kejuruan
5. Tingkat pendidikan formal pada umumnya tinggi dan merata.
6. Hukum yang berlaku adalah hukum tertulis yang sangat
kompleks
7. Ekonomi hamper seluruhnya merupakan ekonomi pasar yang
didasarkanatas penggunaan uang dan alat-alat pembayaran lain.
V. Kebudayaan Modern
1. Kebudayaan Tekonologis Modern merupakan suatu kebudayaan
bukan hanya dalam sains dan teknologi, melainkan dalam kedudukan dominan yang
diambil oleh hasil-hasil sains dan teknologi dalam hidup masyarakat: media
komunikasi, sarana mobilitas fisik dan angkutan, segala macam peralatan rumah
tangga serta persenjataan modern.
2. Kebudayaan Modern Tiruan. Kebudayaan Modern Tiruan itu
terwujud dalam lingkungan yang tampaknya mencerminkan kegemerlapan teknologi
tinggi dan kemodernan, tetapi sebenarnya hanya mencakup pemilikan simbol-simbol
lahiriah saja
3. Kebudayaan-Kebudayaan Barat
VI. Tantangan Kebudayaan Masyarakat Modern
1. Kebudayaan Modern Tiruan
2. Bagaimana Memberi Makan, Sandang, dan Rumah
3. Masalah Pendidikan yang Tepat
4. Mengejar Kemajuan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi
5. Kondisi Alam Global
VII. Dampak Negatif dari budaya Masyarakat Modern
1. Penyalahgunaan media teknologi
2. Timbulnya praktek-peraktek curang
3. Sekularisasi
4. Liberalisme
5. Pluralisme
B. Saran
Sebaiknya kita sebagai masyarakat modern tidak harus menyerap semua budaya modernisasi, agar tidak terjadi dampak-dampak negative dalam kehidupan kita sebagai masyarakat yang modern.
PENUTUP
Demikian
isi dari makalah ini. saya tahu makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
karena keterbatasan pengetahuan dan kurangnya sumber. Maka saya mengharapkan
pembaca dapat memaklumi kekurangan dalam makalah ini.
Saya mengaharapkan kritikan dan saran
yang membangun dari para pembaca sekalian. Semoga untuk penulisan makalah
selanjutnya akan lebih baik dari makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi pembaca dan saya sendiri tentunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar