NAMA : ANDINI PRATIWI
KELAS : 3EA04
NPM : 10212801
Perjuangan Dan Do’a Untuk Ayah
Pada
saat itu aku dan ibuku tidak mengerti ayah merasakan sakit apa. Yang ayah
rasakan pada saat itu hanya sakit maag biasa saja. Ayah lalu memeriksakan diri
untuk berobat di salah satu klinik di dekat rumah. Sepulang dari dokter ibuku
bertanya kepada ayah “Kata dokter apa pah?” dan ayah ku menjawab “Sakit maag
biasa.”
Awalnya
rasa sakit maag yang ayah rasakan pada saat itu masih biasa aja. Setiap malam
ayah muntah dan muntah. Saat pagi harinya ibuku menyarankan ayah untuk berobat
di rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit ayah langsung di periksa oleh
dokter. Hari semakin sore di rumah sakit ayah dan ibuku menunggu untuk
mengambil hasil lab dari pemeriksaan dokter yang menanganin ayah tadi.
Akhirnya
hasil lab tersebut menyatakan bahwa ayah ku terkena sakit types. Lalu ayah di
rawat di rumah sakit untuk beberapa hari. Aku dan ibuku bergantian untuk
menjaga ayah di rumah sakit. Hari demi hari teman-teman ayah pun datang untuk menjenguknya
dan ada yang merasa kaget ayah yang mereka kenal sangat kuat ternyata bisa
sakit juga. Disitu lah ayah selalu bergurau oleh temen-temen kerjannya.
Setelah
2 minggu ayahku di rawat di rumah sakit, dokter yang menanganin ayah ku jarang
sekali datang untuk memeriksa ayah. Ayah, aku dan ibuku sangat kesal sekali
karena pelayanan dokternya untuk pasien kurang memuaskan. Lalu ayah ku meminta
pulang ke rumah karena bosan di rumah sakit dan sore harinya pun dokter yang
ayah tunggu datang juga untuk memeriksa ayah. Setelah diperiksa oleh dokter aku
di suruh ibuku untuk mengambil hasil lab ayah ku kepada suster untuk mengetahui
apa kondisi ayah sudah bisa di bawa pulang ke rumah atau belum.
Setelah aku mengambil hasil lab ayah, aku lalu
masuk ke ruangan dimana ayah di rawat untuk memberitahu kepada ibu dan ayah.
Saat itu ayah ku sudah di perbolehkan untuk pulang ke rumah dan berobat jalan.
Saat ibuku mengurus surat dan administrasi aku dan ayahku sempat bergurau.
Sesampainya kami di rumah ayah yang masih terlihat lemas lalu beristirahat di
kamar. Pada siang hari aku meminta ijin untuk berangkat kuliah kepada ayah dan
ibuku. Setelah aku berangkat kuliah ternyata kondisi ayahku sangat lemah sekali
dimana beliau merasakan perutnya sakit dan akhirnya ayahku muntah dan muntah
lagi. Pada saat sore hari aku ingin pulang ke rumah tepat waktu tapi pada
akhirnya aku tidak bisa tepat waktu di karenakan cuaca saat itu lagi hujan dan
aku terjebak hujan. Waktu menandakan sudah malam dan aku masih dijalan pulang,
aku terus di telephone oleh ibuku untuk cepat sampai rumah dikarenakan ayahku
meminta untuk menginap di rumah sodaraku di Jakarta. Sesampainya dirumah aku melihat
ayah yang sudah terbaring lemah di kasur saja. Lalu aku merapikan pakaian apa
saja yang untuk dibawa dan kami pun bergegas untuk menaiki mobil yang sudah
dinyalakan oleh kakak sepupuku.
Keesokan
paginya badan ayah mulai panas sekujur tubuhnya. Aku dan ibuku sangat panik,
lalu ibuku membawa ayah ke tempat berobat alternative terlebih dahulu. Sesudah
ibu dan ayahku pulang dari berobat alternative aku melihat wajah ayah yang
pucat, dan aku segera menyuruh ayah untuk meminum obatnya. Malam harinya badan
ayah makin panas dan wajahnya sudah pucat lalu aku dan ibuku bergegas untuk
membawa ayah ke rumah sakit yang berada di pasar minggu tidak jauh dari rumah.
Sesampainya kami di sana ibuku mulai mendaftarkan ayah sebagai pasien rumah
sakit tersebut. Disitu kami pun menunggu untuk dipanggil sebelum ayahku
diperiksa oleh dokter ayahku ingin sekali makan bebek, lalu kami bertiga keluar
sebentar untuk melihat, ternyata ada makanan bebek. Setelah makan kami pun
balik ke rumah sakit untuk menunggu ayahku di panggil oleh dokter untuk di
periksa.
Tidak
lama kemudian ayahku di panggil untuk giliran di periksa. Yang masuk ke ruangan
hanya ibu dan ayahku saja, aku hanya menunggu di luar ruangan. Kata ibuku
setelah ayah di periksa, dokter pun menjelaskan sebenarnya ayah sakit apa.
Ternyata ayahku punya penyakit liver yang sudah menjalar ke usus, ibuku pun
terkejut dan sempat jatuh pingsan. Ternyata kata dokter ayah sebenarnya sudah
punya penyakit itu lama, dan lamanya itu kurang lebih 5 tahun. Tapi ayahku
tidak merasakan sakit. Akhirnya dokter merujuk ayah untuk segera ditanganin di
rumah sakit Jakarta yang bagus dan alatnya sudah canggih.
Penanganan
rumah sakit di Jakarta mulai dari awal pemeriksaan. Dari hasil lab yang ayah
dan ibuku dapat bahwa ayahku di suruh untuk rawat inap. Keesokan harinya ayahku
mulai cek darah, dan sore harinya dari hasil cek darah ternyata liver yang di
dalam tubuh ayahku sudah menyebar ke usus. Berjalan seminggu kemudian ayahku
tindakan stscan untuk mengetahui lebih detail bahwa penyakit ayahku sudah
menjalar keseluruh tubuh akan tetapi ayahku dengan hasil tersebut sudah pasrah
lillahitallah.
Keesokan
harinya kondisi ayahku sangat lemah dikarenakan ayahku tidak ada asupan yang
masuk kedalam tubuhnya, maka dokter memberi tindakan asupan makanan lewat
inpusan. Tetapi itu tidak ada perubahan. Beberapa hari kemudian dokter
menyarankan untuk ayahku pulang ke rumah dikarenakan tidak ada tindakan lebih
lanjut lagi.
Sesampainya
dirumah ayahku cuman bisa tidur dikamar saja, dan dibantu alat pernapasan
seperti oksigen. Asupan makanan untuk ayahku sudah serba jus, mulai dari buah,
sayuran dan bubur. Semakin lama kondisi ayahku semakin parah yang tadinya badan
ayahku gagah menjadi kurus, saya pun melihatnya merasa kasihan.
Keesokan
harinya ayahku mulai hawanya mau tidur saja, untuk makan dan minum pun ayahku
sudah tidak mau. Siang harinya aku dan ibuku juga sudah kerasa tidak enak badan
yang seharusnya aku ada jam kuliah tetapi hawanya malas untuk berangkat ke
kampus dan akhirnya aku pun tidak mengikuti matkul pertama. Tidak lama kemudian
aku mengikutin matkul kedua, dan akhirnya aku berpamitan kepada ayah dan ibuku
untuk berangkat ke kampus. Ibuku tidak lepas dari telinga ayahku untuk
dibisikan ayat-ayat suci Al-qur’an, dan ayahku mengikuti setiap ayat yang ibuku
berikan walaupun itu membacanya terbata-bata.
Sekitar
pukul 16.20 ayahku menghembuskan nafas terakhirnya, semua keluarga menangis
histeris atas kepergian ayahku. Saat ayahku menghembuskan nafas terakhirnya aku
tidak ada di sampingnya, dikarenakan aku sedang kuliah. Dan aku pun di
telephone oleh kakak sepupuku untuk segera pulang ke rumah. Sesampainya aku di
rumah sudah banyak orang yang melayat, dan aku pun menangis histeris saat
melihat ayahku sudah tidak ada.
Didalam tulisan non ilmiah ini
menggunakan penalaran induktif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar