Jumat, 24 April 2015

KENAIKAN HARGA BBM



KENAIKAN HARGA BBM

Setiap menjelang kenaikan harga BBM seperti saat ini, selalu saja ada banyak pihak yang mendadak lebih sibuk dari biasanya. Ada yang siap-siap untuk berdemo, ada yang sedang bersiap untuk dicaci-maki karena kebijakannya yang dipandang kurang populis, ada yang sibuk menghitung untung dan rugi, dan ada pula yang sedang bersiap berganti peran akan berpihak pada siapa nantinya.
Bagi rakyat, apalagi menjelang bulan puasa dan Idul Fitri seperti saat ini, kenaikan harga BBM tentu akan sangat mencekik mereka. Apalagi kalau bukan karena harga kebutuhan pokok yang ikut melompat tinggi.
Bagi kebanyakan rakyat kecil yang memang tidak terlalu mau tahu, alasan-alasan yang digunakan oleh pemerintah untuk menaikkan harga BBM memang bukan hal pantas untuk diucapkan. Lalu apa bedanya pemerintah yang berisi orang-orang pandai, memiliki kemewahan, dan fasilitas kelas atas itu jika dibanding dengan rakyat. Kalau mencari solusi yang lebih baik dari opsi menaikkan harga BBM saja tidak bisa, berpikir kritispun enggan.
Sedangkan bagi kaum pemikir, baik yang biasanya menganalisis lewat keahlian berpikirnya di berbagai media, maupun yang berpikir dan melakukan aksi turun ke jalan untuk membela rakyat. Ditambah yang akhir-akhir ini semakin memenuhi sudut-sudut berita, yaitu yang tidak berpikir dan berpura-pura memihak rakyat (yang bisanya hanya menciptakan kerusuhan umum).
Kaum pemikir ini tentu memiliki analisis tersendiri mengenai isu BBM, tentunya jika masih mau berpikir dan menghitung dari sudut pandang keilmuannya masing-masing. Pemikiran orang ekonomi tentu berbeda dengan orang dari bidang energi, begitu juga orang dari bidang matematika akan tidak sama hitungannya dengan orang dari bidang politik.
Namun, sejauh yang saya dengar dari banyak hasil analisis akademis, sebagaian besar hasilnya adalah memang sudah saatnya harga BBM naik. Alasannya macam-macam, demi keamanan APBN, efisiensi subsidi, hingga peluang pengembangan energi terbarukan.
Menurut banyak kaum pemikir subsidi yang tidak tepat sasaran sudah saatnya diputus. Subsidi BBM yang konon kabarnya banyak dinikmati orang-orang menengah ke atas itu sangat menyedot APBN, dan bahkan sangat mengurangi anggaran untuk riset dan pengembangan infrastruktur. Sehingga apabila tidak segera dihentikan, kesempatan untuk mengembangkan sumber energi baru menjadi terhambat.
Bagi pemerintah pun kira-kira juga tidak kalah sibuk. Kalau dilihat dari beberapa hari belakangan, pemerintahpun diserang bertubi-tubi dari segala arah. Dari sisi atas, bawah, belakang, depan, kiri, dan kanan. Dan yang paling kentara adalah serangan dari dalam dan dari luar. Serangan dari dalam tentu dilatarbelakangi oleh konflik kepentingan yang ada.
Jangan lupa satu hal, isu kenaikan harga BBM ini merupakan dagangan politik yang sangat laku di pasaran, sedangkan bagi pejabat yang memang sudah tidak ingin atau memang sudah tidak bisa mencalonkan diri, dan untuk partai politik yang mungkin cadangan uang kasnya sudah bertumpuk, mendukung kenaikan harga BBM memang tidak menjadi soal. Tentunya pemerintah harus bersiap, menyiapkan pengaman sekuat mungkin untuk meredam serangan-serangan tersebut, luar maupun dalam, baik itu berupa cacian, perusakan, hingga penghianatan.
Pemerintah sebenarnya juga dipenuhi dengan kaum yang berlatar belakang pemikir (akademisi). Apalagi  kalau dilihat dari gelar yang berderet pada nama-nama pejabat itu, pemikirannya seharusnya juga amat tinggi, setinggi pendidikan yang telah ditempuhnya. Untuk menghadapi guru besar saat sidang doktor saja mampu, masak berpikir yang terbaik untuk semua pihak saja tidak mampu, atau mungkin tidak mau? Entah kenapa, jalan kemurnian berpikir itu pada akhirnya juga akan kalah dengan paksaan politik.
Kenaikan BBM memang bukan yang pertama kali terjadi di Indonesia, bahkan sudah berkali-kali. Yang kemudian menjadi tradisi adalah, kenapa setiap kenaikan BBM selalu dibarengi dengan naiknya harga kebutuhan.
Bahkan sebelum harga BBM benar-benar naikpun, harga-harga kebutuhan sudah nangkring lebih tinggi. Bukankah negara ini punya lembaga yang kira-kira juga berfungsi menjadi stablisator harga-harga kebutuhan di pasaran. Bukankah kita memiliki kementerian yang memang bertugas langsung mengatur harga-harga tersebut, lalu kenapa sudah sejak lama tradisi kenaikan harga kebutuhan harus terjadi apabila harga BBM dinaikkan, apakah pengalaman bertahun-tahun lalu itu tidak cukup sebagai bahan analisis pembuatan kebijakan.
Untuk membuat kebijakan yang setidaknya membuat harga kebutuhan tidak ikut naik apabila harga BBM dinaikkan. Atau kalau memang sangat sulit, setidaknya bisa meminimalisir besaran kenaikan harga kebutuhan di pasaran. Sebetulnya cukup sederhana kenapa rakyat selalu berteriak apabila harga BBM naik, adalah ikut naiknya harga kebutuhan di pasaran.

Jumat, 17 April 2015

KATA PENGANTAR



NAMA            : ANDINI PRATIWI

NPM               : 10212801

KELAS           : 3EA04

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena berkat nikmat dan rahmat serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan ilmiah yang berjudul: “PENGARUH KEPEMIMPINAN, MOTIVASI, DISIPLIN KERJA DAN ETOS KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT BANK BNI SYARIAH BOGOR”.

Penulisan ilmiah ini diajukan guna melengkapi salah satu syarat untuk mencapai gelar setara sarjana muda jenjang strata satu (S1) pada jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga penulisan ilmiah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan ilmiah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi sempurnanya penulisan ilmiah ini.



Bogor, 17 April 2015

Penulis